A. Pengertian waralaba
Waralaba (Inggris: Franchising;Prancis: Franchise) untuk
kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa
maupun layanan.Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud
dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak
memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau
pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka
penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Sedangkan
menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah: Suatu
sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik
merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang
telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Franchisor
dan franchisee
Selain
pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan franchisor
dan franchisee. Franchisor
atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak
kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Franchisee
atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak
untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Sejarah
Waralaba
·
Perusahaan Coca cola di Atlanta, AS
Waralaba
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin
jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya.
Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan
format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba
lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Namun, menurut
sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan
sebuah industri otomotif AS, General Motors Industry ditahun 1898[6]. Contoh
lain di AS ialah sebuah sistem telegraf, yang telah dioperasikan oleh berbagai
perusahaan jalan kereta api, tetapi dikendalikan oleh Western Union serta
persetujuan eksklusif antar pabrikan mobil dengan penjual.
Mc Donalds,
salah satu pewaralaba rumah makan siap saji terbesar di dunia.Waralaba saat ini
lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai
pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restoran cepat sajinya. Pada
tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk
memonopoli usaha restoran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka
untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan
membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam
perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di
tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis
(business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua.
Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya,
AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang
usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS.
Sedangkan di
Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy
and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi.
Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman
pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
Kategori waralaba berbeda-beda antara lain : franchise dalam
bentuk makanan, pendidikan dan lain-lain. salah satu bentuk nya adalah dan
masih banyak lagi franchise yang berkembang di Indonesia ini.
Jenis
waralaba
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:
Waralaba luar
negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah
diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
Waralaba dalam
negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang
ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti
awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
Biaya
waralaba
Biaya waralaba meliputi:
·
Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini
meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat
tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos penggunaan HAKI.
·
Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba
operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan
kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen
biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu
dipertanggungjawabkan.
B. Contoh waralaba
Pernah dengar Rumah Makan Ayam Bakar
Wong Solo? atau Anda malah sudah pernah mencicipi menunya? Rumah makan ini
terkenal dengan ayam bakarnya. Setiap jam makan tiba, rumah makan ini dipenuhi
pengunjung. Jumlah gerai rumah makan ini pun tidak kalah dengan waralaba
makanan cepat saji asing. Hingga kini ada 27 gerai Ayam Bakar Wong Solo yang
tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan dengan pencapaian hebat bagi
usaha yang dirintis dengan modal hanya Rp 700 ribu.
Puspo Wardoyo,
47, merintis waralaba Ayam Bakar Wong Solo hingga menjadi sebesar sekarang ini
dari titik paling bawah. Ia pernah menjajakan ayam bakar di kaki lima. Sejak
kecil Puspo sudah terbiasa berurusan dengan ayam. Orangtuanya penjaja ayam.
Pagi hari, Puspo kecil membantu menyembelih ayam untuk dijual di pasar. Siang
sampai malam, pria penggemar warna merah ini membantu orangtuanya menjajakan
menu siap saji seperti ayam goreng, ayam bakar, garang asem ayam, dan menu ayam
lainnya di warung milik orangtuanya di dekat kampus UNS Solo. Pekerjaan ini
dilakoninya sampai tamat kuliah.
Lulus kuliah,
Puspo meninggalkan bisnis unggas ini. Ia menjadi guru di daerah Muntilan.
Awalnya ia merasa bangga dengan profesi ini. "Gajinya tetap. Saya bisa
membeli apa-apa yang saya inginkan waktu itu. Plus, dihormati oleh murid-murid
merupakan kebanggaan tersendiri bagi saya," papar Puspo yang ditemui
Bintang di salah satu gerainya di daerah Kalimalang, Jakarta. Namun
lama-kelamaan hatinya merasa tidak sreg. Alasannya, ia merasa kurang berbakat
menjadi guru. Puspo juga merasakan profesi guru tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari keluarganya. Ia lantas berhenti dan kembali lagi ke kota
asalnya. Ia kemudian membuka warung makan. Tentu saja dengan ayam sebagai menu
andalannya.
Berprofesi
sebagai penjaja makanan, pria beristri 4 -- bukan salah ketik, istri Puspo
memang 4 orang, sering mendatangkan cibiran orang sekelilingnya. Tapi ia cuek
dan terus menekuni usahanya. Suatu waktu, temannya yang berjualan bakso di
Medan pulang ke Solo, sang sahabat menyarankan agar ia pindah berjualan ke
Medan. Prospek bisnis rumah makan di kota itu sangat baik, kata sang teman. Ia
tertarik dengan ajakan kawannya itu. Untuk mendapatkan modal, ia kembali
menjadi guru, kali ini SMU di daerah Bagan Siapi-api, Riau. Warung makan
miliknya ia tinggalkan. Puspo mempercayakan pengelolaan warungnya pada seorang
kerabat. Selama 2 tahun mengajar, 1989-1991, terkumpul uang sekitar Rp
2.400.000. Dengan uang itu ia membeli motor dan sewa rumah kontrakan. Sisanya
sekitar Rp 700.000 dipergunakan untuk modal jualan ayam bakar. Kenapa mesti
ayam bakar lagi? "Tiga hari sebelum meninggal ayah berpesan agar saya
berjualan ayam bakar. 'Insya Allah sukses'," kata pria berkacamata ini
menirukan ucapan mendiang ayahnya. Puspo lantas membuka warung kaki lima di
daerah Polonia, Medan. Sukses tidak datang begitu saja. "Kadang-kadang
sehari cuma laku beberapa potong," ingatnya. Melihat pertanda tidak bagus,
sang istri Rini Purwanti, yang kala itu bekerja sebagai dosen Politeknik USU,
memintanya berhenti berjualan ayam bakar. "Mertua saya bahkan menyuruh
saya bertobat berdagang dan menjadi guru kembali," tegasnya lagi. Tapi
dengan kesabaran dan ketaqwaan Puspo, maju terus.
Usahanya tidak
sia-sia. Pelan tapi pasti usahanya berkembang. Pegawainya pun bertambah. Suatu
saat pegawainya tertimpa masalah. Ia terlibat utang dengan rentenir. Puspo
membantunya dengan cara meminjamkan uang. Sebagai ucapan terimakasih, sang pegawai
membawa wartawan sebuah harian lokal Medan. Si wartawan yang merupakan sahabat
suami pegawai yang ditolong Puspo kemudian menuliskan profilnya. Judul artikel
itu Sarjana Buka Ayam Bakar Wong Solo. Artikel itu membawa rezeki bagi Puspo.
Esok hari setelah artikel dimuat, banyak orang berbondong-bondong mendatangi
warungnya. "Seratus potong ayam ludes per hari. Keesokan harinya meningkat
menjadi 200 potong ayam per hari. Omset saya waktu itu mencapai 350 ribu per
hari," sebut pria berbadan besar ini. Hari ke hari usahanya makin sukses.
Ia pun kemudian mendirikan tempat yang lebih representatif dan mulai melebarkan
sayapnya ke berbagai daerah.
Kemampuan
meracik dan meramu masakan didapatnya sewaktu bekerja membantu ayahnya
berdagang. "Saya memiliki naluri memasak sejak kecil dan tumbuh di
lingkungan yang memiliki usaha rumah makan. Bermodalkan naluri itu saya
merancang sendiri menu-menunya dan bukan belajar dari buku, juru masak, atau
orang lain," papar bapak 10 anak ini. Bahasa kerennya, ia belajar masak
secara otodidak. Kemampuannya ini terus diasahnya sampai sekarang. Hasilnya di
Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo sekarang telah ada 50 menu. Sebagian besar
modifikasi dari masakan-masakan yang telah ia ciptakan sebelumnya. Sekarang ini
menu yang dihidangkan bukan sekadar ayam. Ada ikan, sayur mayur, dan jus. Ada
catatan khusus untuk jenis yang disebut terakhir ini. Nama yang diberikan Puspo
untuk hasil karyanya ini unik. Ada jus Poligami dan Jus Dimadu. "Jus
poligami berisi gabungan buah-buahan berserat yang dicampur menjadi satu.
Sedangkan Jus Dimadu kombinasi buah Markisa dengan buah Torung -- buah khas
Medan. Rasanya, semanis madu," sebut Puspo yang pernah dua kali menyabet
penghargaan Enterprise 50 versi Accenture dari majalah Swa dan HIPMI ini. Ia punya
alasan sendiri untuk menggunakan nama ini. "Saya sedang mengampanyekan
poligami itu tidak seburuk anggapan orang," cetus penerima penghargaan
Waralaba Unggulan Tahun 2003 dari Presiden Megawati ini.
Bagi Puspo
bekerja tidak hanya sekadar mencari nafkah saja. Lebih dari itu, bekerja sarana
beribadah dan beramal. Tidak heran jika nuansa Islami sangat mengental di rumah
makan yang dikelolanya. Semua karyawatinya mengenakan jilbab. "Sebelum
masuk dan sebelum pulang, karyawan mendapatkan kultum -- kuliah tujuh menit,
mengenai Islam. Tujuannya agar akhlak mereka menjadi terus baik,"
terangnya. Puspo kini tengah mencoba menambah gerainya. Ia berniat masuk ke
mal-mal dan supermarket. Tidak puas Puspo berniat mengglobalkan Ayam Bakar Wong
Solo. "Kami sedang mengusahakan mendirikan gerai di Malaysia, Brunei,
bahkan di Belanda," katanya. Tapi namanya masih tetap Wong Solo kan, bukan
Wong Londo.
0 komentar:
Posting Komentar