Perjanjian
lisensi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana satu pihak
yaitu pemegang hak bertindak sebagai pihak yang memberikan lisensi, sedangkan
pihak yang lain bertindak sebagai pihak yang menerima lisensi.
Pengertian
lisensi itu sendiri adalah izin untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu
obyek yang dilindungi HKI untuk jangka waktu tertentu. Sebagai imbalan atas pemberian
lisensi tersebut, penerima lisensi wajib membayar royalti dalam jumlah tertentu
dan untuk jangka waktu tertentu. Mengingat hak ekonomis yang terkandung dalam
setiap hak eksklusif adalah banyak macamnya, maka perjanjian lisensi pun dapat
memiliki banyak variasi. Ada perjanjian lisensi yang memberikan izin kepada penerima
lisensi untuk menikmati seluruh hak eksklusif yang ada, tetapi ada pula
perjanjian lisensi yang hanya memberikan izin untuk sebagian hak eksklusif saja,
misalnya lisensi untuk produksi saja, atau lisensi untuk penjualan saja.
Perjanjian lisensi harus dibuat
secara tertulis dan harus ditandatangani oleh kedua pihak. Perjanjian lisensi
sekurang-kurangnya memuat informasi tentang:
§ tanggal, bulan dan tahun tempat dibuatnya perjanjian
lisensi;
§ nama dan alamat lengkap serta tanda tangan para pihak
yang mengadakan perjanjian lisensi;
§ obyek
perjanjian lisensi;
§ jangka waktu perjanjian lisensi;
§ dapat atau tidaknya jangka waktu perjanjian lisensi
diperpanjang;
§ pelaksanaan
lisensi untuk seluruh atau sebagian dari hak ekslusif;
§ jumlah royalti dan pembayarannya;
§ dapat atau tidaknya penerima lisensi memberikan
lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga;
§ batas wilayah berlakunya perjanjian lisensi, apabila
diperjanjikan; dan
§ dapat atau tidaknya pemberi lisensi melaksanakan
sendiri karya yang telah dilisensikan.
Sesuai dengan
ketentuan dalam paket Undang-Undang tentang HKI, maka suatu perjanjian lisensi
wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang kemudian
dimuat dalam Daftar Umum dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri. Namun, jika perjanjian lisensi tidak dicatatkan, maka
perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, yang
dengan sendirinya tidak termasuk kategori pengecualian sebagaimana dimaksud
dalam pedoman ini.
Perjanjian
lisensi dapat dibuat secara khusus, misalnya tidak bersifat eksklusif. Apabila
dimaksudkan demikian, maka hal tersebut harus secara tegas dinyatakan dalam
perjanjian lisensi. Jika tidak, maka perjanjian lisensi dianggap tidak memakai
syarat non eksklusif. Oleh karenanya pemegang hak atau pemberi lisensi pada dasarnya
masih boleh melaksanakan sendiri apa yang dilisensikannya atau memberi lisensi
yang sama kepada pihak ketiga yang lain.
Perjanjian
lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung maupun tidak langsung dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan
yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan
teknologi pada umumnya (referensi Undang-undang Paten). Pendaftaran dan
permintaan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan atau memuat hal
yang demikian harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Berdasarkan
pada paparan tersebut di atas, setiap orang hendaknya memandang bahwa perjanjian
lisensi yang dimaksud dalam Pasal 50 huruf b adalah perjanjian lisensi yang
telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan hukum HKI.
Perjanjian lisensi yang belum memenuhi persyaratan tidak masuk dalam pengertian
perjanjian yang dikecualikan dari ketentuan hukum persaingan usaha.
Oleh karena
itu, agar ketentuan ’pengecualian’ tersebut selaras dengan asas dan tujuan pembentukan
undang-undang persaingan usaha, maka setiap orang hendaknya memandang ketentuan
’pengecualian’ tersebut tidak secara harfiah atau sebagai pembebasan mutlak
dari segenap larangan yang ada. Setiap orang hendaknya memandang ’pengecualian’
tersebut dalam konteks sebagai berikut:
§ Bahwa perjanjian lisensi HKI tidak secara otomatis
melahirkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
§ Bahwa praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat yang timbul akibat pelaksanaan perjanjian lisensi adalah kondisi yang
hendak dicegah melalui hukum persaingan usaha;
§ Bahwa untuk memberlakukan hukum persaingan usaha
terhadap pelaksanaan perjanjian lisensi HKI haruslah dibuktikan:
1. Perjanjian lisensi HKI tersebut telah
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam perundangundangan HKI, dan
2. Adanya kondisi yang secara nyata
menunjukkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
§ Bahwa pengecualian dari ketentuan hukum persaingan
usaha terhadap perjanjian lisensi HKI hanya diberlakukan dalam hal perjanjian
lisensi HKI yang bersangkutan tidak menampakkan secara jelas sifat anti
persaingan usaha.
Hal yang
perlu dianalisis dari suatu perjanjian lisensi HKI untuk mendapat kejelasan
mengenai ada tidaknya sifat anti persaingan adalah klausul yang terkait dengan
kesepakatan eksklusif (exclusive dealing). Dalam pedoman ini, perjanjian lisensi
HKI yang dipandang mengandung unsur kesepakatan eksklusif adalah yang di
antaranya mengandung klausul mengenai:
ü Penghimpunan Lisensi (Pooling Licensing) dan Lisensi
Silang (Cross Licensing);
ü Pengikatan
Produk (Tying Arrangement);
ü Pembatasan dalam bahan baku;
ü Pembatasan dalam produksi dan penjualan;
ü Pembatasan dalam harga penjualan dan harga jual
kembali;
ü Kembali (Grant Back).
Penting
untuk diperhatikan, bahwa adanya satu atau lebih dari satu
unsur di atas dalam suatu perjanjian lisensi HKI
tidaklah menunjukkan bahwa
perjanjian lisensi HKI tersebut secara serta merta
memiliki sifat anti persaingan.
Harus ada kondisi tertentu yang harus diperiksa dari
masing-masing klausul tersebut
untuk
menentukan apakah klausul tersebut mengandung sifat anti persaingan.
0 komentar:
Posting Komentar